Menteri Lingkungan Hidup Siapkan Sanksi untuk Pertamina Hulu Sanga-Sanga

Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memastikan investigasi dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) telah rampung. Hasilnya, perusahaan migas pelat merah itu terbukti melakukan pelanggaran.
"Iya, sudah ada hasil dari tim PPKL [Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan]," kata Hanif kepada EKSPOSKALTIM, Kamis siang (5/6).
Ia menyebut laporan lengkap dari tim ahli penegakan hukum (Gakkum) memang belum rampung. Namun, dari informasi yang telah ia pastikan, PHSS dinyatakan sebagai salah satu sumber pencemaran di kawasan pesisir Muara Badak, Kalimantan Timur.
"Intinya PHSS terbukti menjadi salah satu sumber pencemar. Nanti segera diberikan sanksi oleh Gakkum," tegas Hanif, yang pernah menjabat Dirjen Planologi ini.
Kerang Darah Mati Massal
Menteri Hanif sebelumnya menugaskan tim Gakkum bersama ahli lingkungan Prof. Etty Riani turun ke lapangan guna penyelidikan.
Investigasi itu menyusul hasil laboratorium dari Universitas Mulawarman yang menemukan pencemaran di wilayah pengeboran PHSS, dengan tingkat keparahan bervariasi dari ringan hingga cukup berat.
Pencemaran ini berdampak fatal pada budidaya kerang darah, sumber utama mata pencaharian nelayan Muara Badak. Sampel diambil pada 23–25 Januari 2025 oleh tim dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul di 15 titik perairan, termasuk area budidaya dan lokasi strategis seperti kolam limbah (K1), limpasan pengeboran (K2), dan Sungai Tanjung Limau (K13).
Uji laboratorium menemukan lonjakan bahan organik dan pencemaran berdasarkan indeks saprobik, ditambah buruknya sirkulasi air di kawasan semi tertutup tersebut.
Meski begitu, PHSS tetap membantah bertanggung jawab atas kematian massal kerang darah.
"Tidak ada bukti yang mengaitkan langsung kegiatan pengeboran PHSS dengan kasus gagal panen kerang darah," ujar Dony Indrawan, Manager Communication Relations & CID Pertamina Hulu Indonesia, dalam pernyataan tertulis (2/4).
PHSS juga mengklaim telah memenuhi kewajiban lingkungan sesuai AMDAL dan izin yang berlaku. Mereka menyebut pengawasan dari KLH pada 20–23 Maret 2025 tak menemukan pelanggaran prosedural.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak komunikasi PHSS belum merespons permintaan konfirmasi terbaru dari EKSPOSKALTIM.
Kerugian Ditaksir Rp69 Miliar
Sekitar 299 kepala keluarga nelayan di enam desa pesisir Kecamatan Muara Badak terdampak gagal panen kerang darah. Wilayah terdampak membentang dari pesisir Tanjung Limau hingga Saliki. Luas lahan budidaya mereka diperkirakan mencapai 1.000 hektare. “Satu nelayan itu minimal punya keramba seluas 1 hektare, bahkan ada yang punya 15-20 hektare,” jelas Yusuf, perwakilan nelayan, dihubungi terpisah.
Total kerugian ditaksir mencapai Rp69 miliar, berdasarkan potensi panen 3.800 ton kerang dara seharga Rp18.000 per kilogram yang seharusnya dipanen Desember 2024. “Kondisi nelayan saat ini cukup memprihatinkan. Beberapa tidak bekerja, ada yang terlilit utang, dan sebagian lainnya mencari pekerjaan serabutan untuk menyambung hidup,” tambahnya.
Upaya menabur benih pada Februari lalu juga gagal. Dari 25 kilogram benih yang ditebar, semuanya mati dalam tujuh hari. “Saat ini kami belum berani menabur benih lagi, sebab kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk membeli,” ujar Yusuf.
Ikuti berita-berita terkini dari klikkaltim.com dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
PHSS PERTAMINA HULU SANGA-SANGA KERANG DARA PENCEMARAN LINGKUNGAN PENCEMARAN KERANG DARA MATI MASSAL