•   29 March 2024 -

Memperparah Krisis Sumber Air dan Mengancam Kawasan Lindung dan Konservasi Teluk Balikpapan

Korporasi -
27 Desember 2019
Memperparah Krisis Sumber Air dan Mengancam Kawasan Lindung dan Konservasi Teluk Balikpapan   Ilustrasi
KLIKKALTIM.com -- Lokasi dipilihnya IKN adalah wilayah strategis dan pendukung kebutuhan sumber air bagi lima wilayah sekaligus. Lima wilayah yang dimaksud yakni Balikpapan, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara wilayah pesisir khususnya Kecamatan Samboja, Kecamatan Muara Jawa serta Kecamatan Loa Kulu dan Kota Samarinda khususnya di bagian selatan.
 
Letak Kawasan IKN yang berada persis di antara hutan konservasi Taman Hutan Rakyat Bukit Suharto dan Hutan Lindung Sungai Wain serta Hutan Lindung Manggar akan mengancam keberlangsungan ketersediaan sumber air di 5 wilayah tersebut.
 
Dalam kondisi normal saja, Kota Balikpapan seringkali dihadapkan dengan krisis ketersediaan air bersih dan air minum. Setiap tahun Balikpapan mengalami krisis air. Walaupun dalam tata ruang wilayah telah ditetapkan 52% wilayah kota adalah kawasan lindung, tetap saja warga Kota Balikpapan mengalami persoalan krisis air.
 
Bukan hanya menciptakan krisis air, IKN juga berada di kawasan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Upaya perlindungan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan timbul sebagai respon masyarakat terhadap masifnya konversi mangrove di bagian pesisir Kota Balikpapan kala itu.
 
Banyak sekali pembangunan pelabuhan yang kemudian mengubah bentang pesisir Teluk Balikpapan menjadi pelabuhan-pelabuhan industri untuk mendukung operasionalisasi kegiatan dari sektor tambang, perkebunan kelapa sawit, industri semen, bahkan pembangkit listrik (PLTU).
 
Sontak mengubah rona lingkungan yang pada awalnya dipenuhi mangrove, yang berfungsi sebagai area fishing ground bagi nelayan, lalu menjadi tempat sandar dan berlabuh kapal-kapal industri. Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan yang paling terdampak.
 
Kebanyakan masyarakat yang tinggal di pesisir merupakan nelayan tangkap ikan satu hari (one day fishing) yang kemudian menumbuhkan gerakan pemantauan ekosistem mangrove untuk menghentikan laju kerusakan.
 
Jejak upaya konservasi Teluk Balikpapan yang sedang berproses :
  • 2011: Kajian RASI bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Teluk Balikpapan diusulkan sebagai Kawasan Konservasi
  • 2015: Rekomendasi Yayasan RASI-Pembagian Konservasi Kawasan menjadi 4 zona di Teluk Balikpapan (3 kabupaten/kota yaitu PPU, Kota Balikpapan, dan Kutai Kartanegara)
  • 2017: Usulan Koalisi CSO, Teluk Balikpapan Sebagai Kawasan Konservasi
  • 2019: Surat Rekomendasi Wali Kota Balikpapan kepada Gubernur Kaltim, Teluk Balikpapan Sebagai Kawasan Konservasi
  • 2019: Surat Rekomendasi Emil Salim kepada Gubernur Kaltim, Teluk Balikpapan Sebagai Kawasan Konservasi
  • 2019: Identifikasi dan inventarisasi DLH, BKSDA, BPEE KLHK, sebagian Teluk Balikpapan diusulkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial
  • 2019: Staf Ahli KLHK Hani Hadiati, usulan Teluk Balikpapan sebagai Perhutanan Sosial

 

Rencana pembangunan ring satu IKN tepat berada di atas ekosistem mangrove primer yang sudah diusulkan dan direkomendasikan sebagai kawasan konservasi atau area perlindungan oleh masyarakat. Harus kita ingat bahwa pembangunan dan aktivitas yang merusak ekosistem mangrove merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

Arah kebijakannya jelas, berupa peningkatan status fungsi ekosistem mangrove ke dalam perlindungan, pengendalian konversi yang berprinsip kelestarian, dan ekosistem mangrove dikelola berbasis masyarakat.

Selain itu, hasil analisis FWI tahun 2018 dilakukan di Teluk Balikapapan untuk melihat Indeks Bahaya Banjir dan Indeks Kerentanan Banjir tepatnya di pesisir Teluk Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur. Hasil untuk Indeks Bahaya Banjir dengan nilai mencapai 0,75 terdapat di sebagian besar hulu Teluk Balikpapan yang notabene akan dibangun lokasi ring satu.

Nilai Indeks Bahaya Banjir tersebut dikategorikan ke dalam zona bahaya tinggi banjir. Yakni pada peruntukan ruang perkebunan, hutan produksi tetap, hutan produksi konversi, pemukiman, kawasan perikanan, kawasan industri, dan kawasan tanaman pangan dan hortikultura.

Indeks Bahaya Banjir sendiri adalah nilai kemungkinan terjadinya banjir yang didasarkan frekuensi kejadian banjir pada masa lalu yang tinggi.

Maka, rencana pembangunan IKN yang akan dibangun di sekitar pesisir Teluk Balikpapan sejatinya merupakan lokasi bahaya banjir yang didasarkan pada masa lalu yang sering terpapar banjir tinggi.

Sementara itu, nilai Indeks Kerentanan Banjir berada pada rentang 0,25 sampai 0,75 yang tersebar di pesisir Teluk Balikpapan. Yakni berada pada peruntukan ruang kawasan perkebunan, kawasan perikanan, hutan produksi terbatas, hutan produksi konversi, dan kawasan industri. Yang artinya, pesisir Teluk Balikpapan memiliki kemungkinan terpapar banjir jika curah hujan yang datang melebihi kondisi normal.

Hasil analisis antara Indeks Bahaya Banjir dan Indeks Kerentanan Banjir dengan peta RTRW Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa Teluk Balikpapan termasuk ke dalam areal yang paling memungkinkan terjadinya banjir.

Sungguh disayangkan jika pembangunan akan dilakukan di atas ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Sedangkan ekosistem mangrove sendiri memiliki fungsi ekologis sebagai pelindung dari bahaya banjir dan gelombang pasang. Penataan ruang dan rencana pembangunan yang ada justru menjerumuskan diri ke dalam “jurang” bencana.

 

 Sumber : Jatam




TINGGALKAN KOMENTAR