•   15 September 2025 -

PT. Borneo Grafika Pariwara

Jl. Kapt Pierre Tendean, RT 02 No 9, Kelurahan Bontang Baru
Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kaltim - 75311

Editorial Klikkaltim: Rumah Sakit Jangan Jadi Sumber Penyakit

Opini - Redaksi
15 September 2025
 
Editorial Klikkaltim: Rumah Sakit Jangan Jadi Sumber Penyakit Gedung RSUD Taman Husada Bontang.

RSUD Taman Husada Bontang menyandang predikat merah dalam program PROPERLINK Kalimantan Timur periode 2024-2025. Ini menjadi indikator buruknya kinerja pengelolaan lingkungan. 

Herdi Jaffar, Pemimpin Redaksi Klikkaltim.com

Dalam berbagai kesempatan, manajemen membantah diberikan predikat negatif karena melakukan pencemaran. Mereka menegaskan nilai merah hanya terkait persoalan administrasi, karena belum mengantongi izin operasional insinerator pengolah limbah medis B3. Proses perizinan, masih berjalan dan menunggu verifikasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Namun, tanpa legalitas, insinerator itu tetap beroperasi selama setahun terakhir. Manajemen berdalih kadar emisi masih dalam batas aman, merujuk hasil uji lembaga terkareditasi yang ditunjuk rumah sakit. 

Namun klaim tersebut berbanding terbalik dengan fakta lapangan. Asap hitam pekat kerap mengepul dari cerobong pengolahan limbah, menimbulkan bau menyengat yang memaksa warga sekitar rumah sakit, khususnya warga Gotong Royong harus menutup rumah untuk menghindari paparan asap.     

Dampak paparan asap terus-menerus tentu tidak bisa dianggap remeh. Sejumlah orang tua bahkan menyebut anak-anak mereka mulai menunjukkan gangguan pernapasan, dengan dugaan kuat akibat sering terpapar asap insinerator. Warga sudah berulang kali melayangkan protes, lengkap dengan bukti rekaman video cerobong yang mengeluarkan asap hitam. Namun, jeritan itu nyaris tak pernah digubris. Lebih parah lagi, sejak awal pembangunan hingga fasilitas beroperasi, manajemen rumah sakit tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar. 

Namun yang lebih memprihatinkan adalah lemahnya pengawasan dan kurangnya langkah tegas Pemkot Bontang. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang yang harusnya mengawasi kondisi tersebut justru tak punya taring. Padahal dari sisi aturan, pengoperasian insinerator tanpa izin bisa dikenakan pidana penjara hingga 3 tahun dan denda mencapai Rp3 miliar. Sanksi itu termaktub dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Saat ini DLH terkesan hanya berfokus memberikan pendampingan dari sisi administrasi agar RSUD segera mengantongi izin. 

Di tengah keresahan warga, DLH seharusnya melakukan pemantauan secara rutin dan melakukan uji sampel sebagai pembanding. Hasilnya wajib disampaikan secara terbuka agar seluruh pihak dapat melakukan pemantauan. Pengoperasian insinerator juga selayaknya dihentikan hingga izin terbit. 

Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni harusnya peka dengan urusan ini. Berlatar sebagai seorang dokter urusan kesehatan seharusnya menjadi fokus utama dari kepala daerah, bukan diam-diam seolah menutup mata. Begitupun dengan Wakil Wali Kota Agus Haris pengalaman 2 periode di DPRD bukan curiculum vitae semata. Pengawasan dari kerja-kerja dewan kepada instansi diragukan karena persoalan ini sudah berangsur lama.

Manajemen rumah sakit pun tidak boleh menutup mata. Sebagai institusi kesehatan, mereka wajib memberi perhatian pada warga terdampak, termasuk melakukan pemeriksaan medis terhadap masyarakat sekitar dan menyosialisasikan langkah mitigasi pencemaran. Mengabaikan keluhan warga sama saja akan membentuk penilaian bahwa rumah sakit justru menjadi sumber penyakit.

Jelas bahwa kasus RSUD Taman Husada menunjukkan bahwa persoalan ini bukan sekadar soal izin yang belum rampung. Tapi menyangkut risiko pencemaran udara, pelanggaran prosedur lingkungan, dan potensi ancaman kesehatan bagi warga. Ketika rumah sakit yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan kesehatan malah diduga menjadi sumber pencemaran, maka situasi ini tak boleh dibiarkan dan wajib disuarakan. (*)






TINGGALKAN KOMENTAR