•   29 March 2024 -

Kisah Haru Guru yang Tetap Mengajar Saat Pandemi Corona, Tak Semua Siswa Punya HP

Humaniora - Redaksi
21 April 2020
Kisah Haru Guru yang Tetap Mengajar Saat Pandemi Corona, Tak Semua Siswa Punya HP Kisah Haru Guru yang Tetap Mengajar Saat Pandemi Corona, Tak Semua Siswa Punya HP

KLIKKALTIM.com -- Sampai saat ini persebaran wabah virus corona masih dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Hal tersebut membuat pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mencegah persebarannya.

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada masyarakat adalah untuk berada di rumah sehingga meminimalisir aktivitas luar raungan. Kebijakan tersebut juga berdampak di lingkungan pendidikan yang mengharuskan para murid untuk belajar di rumah dengan metode online.

Namun, dengan metode tersebut tidak semua anak dan guru bisa melakukannya dengan sesuai. Salah satunya adalah guru yang bernama Avan atau Avan Fathurrahma.

Informasi yang didapatkan dari akun facebook pribadinya, Pak Avan merupakan guru di Sekolah Dasar Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ia pun menceritakan perjuangannya saat harus tetap mengajar di tengah pandemi corona.

Murid tidak punya sarana untuk belajar di rumah

Pak Avan rela menyambangi rumah siswanya satu per satu bahkan dengan jarak tempuh yang sangat jauh. Hal itu dilakukan karena keterbatasan teknologi yang dimilikinya dan para siswanya. Setelah kebijakan belajar di rumah tersebut dikeluarkan oleh Mendikbud, Pak Avan kebingungan bagaimana metode belajar online bisa Ia lakukan.

"Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Mentri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid," tulisnya.

Bahkan beberapa orang tua siswa juga mengusahakan hal ini dengan mencari pinjaman uang guna membeli perangkat telepon pintar. Kemudian hal itu dilarang oleh Pak Avan karena nantinya akan membebani.

"Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. imbuhnya.

Pak Avan juga mengimbau kepada murid dan wali murid untuk belajar di rumah dengan menggunakan buku-buku pelajaran yang telah di pinjamkan dari pihak sekolah.

"Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah," tambah Pak Avan.

Berkeliling ke rumah siswa

Akhirnya dengan ketulusan hatinya, Pak Avan rela berkeliling ke rumah siswa yang jaraknya tidak saling berdekatan. Proses pembelajaran keliling tersebut dilakukannya tiga kali dalam satu minggu.

"Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari. saya memang harus keliling ke rumah-rumah siswa, setidaknya 3 kali dalam seminggu. Medan yang saya tempuh juga lumayan jauh. Selain jarak antar rumah siswa memang jauh, jalan menuju ke masing-masing rumah siswa bisa dibilang kurang bagus. Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke salah satu rumah siswa," ucapnya.

Para orang tua tak bisa mendampingi anak belajar

Pak Avan juga sadar, cara yang dilakukan ini juga melanggar kebijakan pemerintah tentang keharusan untuk berdiam diri di rumah. Namun membiarkan para muridnya belajar tanpa pengawasan membuat hati Pak Avan tidak nyaman.

"Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah agar tetap bekerja dari rumah. Tapi mau gimana lagi? Membiarkan siswa belajar sendiri di rumah tanpa saya pantau, jelas saya kurang sreg. Bukan tidak percaya pada orang tua mereka. Tapi saya tahu, bahwa sekarang mereka sibuk. Ini masa panen padi," jelasnya.

Apa lagi, para wali murid tidak selalu bisa mendampingi anak-anaknya belajar. Wali murid tersebut harus bekerja di ladang atau memanen pagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Setiap hari orang tua siswa itu harus bekerja ke sawah. Ikut gotong-royong panen padi dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Kebiasaan ini mereka bilang "otosan". Jadi anak-anak harus belajar sendiri. Malam, mereka ke langgar. Maka sayalah yang harus hadir untuk mendampingi mereka begiliran meski sebentar," ungkapnya.

Tak semua siswa punya TV

Tugas yang diemban oleh Pak Avan sedikit ringan dengan adanya edukasi di salah satu saluran televisi nasional yang menyediakan saluran pembelajaran di rumah. Walaupun ada metode seperti itu Pak Avan juga masih merasa miris dengan keadaan keluarga muridnya yang tidak mempunyai televisi dirumahnya.

"Saat TVRI menyediakan tayangan edukasi untuk siswa, saya sedikit lega. Kemudian dengan penuh semangat, saya menjelaskan pada siswa dan orang tuanya untuk mengikuti pelajaran di TVRI itu. Ini

akan membantu, pikir saya. Tapi, lagi-lagi saya harus menelan ludah. 3 dari 5 siswa saya tidak punya Televisi di rumahnya," terangnya.

Belum menjadi guru yang baik

Karena tindakannya ini Pak Avan malah justru memandang dirinya bukanlah guru yang baik. Apa lagi menurutunya saat ini dirinya melanggar beberapa kebijakan pemerintah.

Pak Avan pun ingin semuanya bisa berjalan dengan baik dan tidak ada kesenjangan dalam menerima pendidikan atau pelajaran.

"Saya harus melanggar imbauan pemerintah. Jadi jelas, saya belum menjadi guru yang baik. Tidak memberikan contoh yang baik bagi siswa karena melanggar imbauan pemerintah. Saya bukan tidak takut corona. Takut juga. Tapi gimana lagi?" ungkap Pak Avan.

Respon Warganet

Terlihat dari unggahannya di akun facebook pribadinya pada Kamis (16/4) tersebut, Pak Avan mendapatkan respon dari ribuan warganet. Unggahan tersebut sudah ada 5 ribu komentar dukungan bagi Pak Avan dan 10 ribu kali dibagikan.

"Sehat terus pejuang pendidikan, tidak ada yang bisa membalas hanya Allah yang mampu. Terima kasih banyak pak guru semoga menjadi contoh untuk yang lainnya :')," komentar salah satu warganet yang bernama Ressy Anggraeni.

 

Sumber : merdeka.com




TINGGALKAN KOMENTAR