•   26 April 2024 -

BPJS Kesehatan Samarinda Sosialisasi Program JKN ke Serikat Buruh

Ekonomi - Yoyok S
15 Oktober 2019
BPJS Kesehatan Samarinda Sosialisasi Program JKN ke Serikat Buruh BPJS Kesehatan Samarinda melaksanakan kegiatan komunikasi dan silaturahmi kepada serikat buruh sebagai salah satu stakeholder dalam pelaksanaan program JKN-KIS
KLIKKALTIM -- Rencana penyesuaian iuran program Jaminan Kesehatan Nasional– Kartu Indonesia Sehat (JKN – KIS) belakangan ini menjadi pembicaraan hangat seluruh lapisan masyarakat dan menjadi isu yang selalu diangkat di seluruh media.
 
Tak terkecuali di kalangan buruh, isu tersebut mendapat perhatian khusus oleh serikat buruh baik di level nasional maupun di level daerah.
 
Kantor Cabang Samarinda BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda berupaya untuk menjalin komunikasi dengan perwakilan buruh yang berada di Kalimantan Timur yang digelar pada Senin (7/10/2019).
 
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda A Lujah Irang, Kepala Cabang Samarinda BPJS Kesehatan Octovianus Ramba, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalimantan Timur Wuaya Kawilarang, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kaltim, Amir P Ali, Federasi Serikat Pekerja Kehutanan dan Perkayuan Indonesia (FSP Kahutindo) Sukarjo dan Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi Pertambangan dan umum (FSPKEP) Ruli.
 
Menurut Octo, kegiatan tersebut bertujuan untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi kepada serikat buruh sebagai salah satu stakeholder dalam pelaksanaan program JKN-KIS, dalam pertemuan tersebut Octo membeberkan tentang isu dibalik rencana penyesuaian iuran JKN-KIS.
 
Octo menjelaskan pentingnya menjadi peserta JKN-KIS bagi masyarakat.“Peserta akan terlindungi bila jatuh sakit apalagi penyakit yang berbiaya mahal. Apabila peserta dalam keadaan sehat, maka iuran yang dibayarkan dapat membantu peserta yang sedang sakit, inilah makna gotong royong dalam program ini, dan saat menjadi peserta JKN-KIS peserta tersebut telah menjalankan kewajiban sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,” terang Octo.
 
Dalam konteks hubungan industrial antara pemberi kerja dengan pekerja, maka pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program JKN-KIS.“Jadi bagi pekerja menjadi peserta JKN-KIS adalah hak konstitusional yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja,” ujar Octo disambut antusias oleh seluruh peserta.
 
Ia juga menjelaskan tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan pada era JKN-KIS yang terus meningkat setiap tahunnya.“Pemanfaatan pelayanan kesehatan selama lima tahun di seluruh tingkat pelayanan sebanyak 874,1 juta pemanfaatan atau rata-rata dalam tahun 2018 setiap hari kalender peserta yang mengakses layanan kesehatan mencapai 640.822,” paparnya.
 
Dalam lima tahun penyelenggaraan program JKN-KIS ini BPJS Kesehatan telah berhasil memperolah opini Wajar Tanpa Modifikasian dari akuntan public. Hal ini membuktikan bahwa dalam pengelolaan program JKN-KIS, BPJS Kesehatan telah menerapkan Good Corporate Governance.
 
“Untuk memastikan pengelolaan program JKN-KIS berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, maka BPJS Kesehatan telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), untuk mencegah kecurangan dalam pelaksanaan program JKN-KIS,” ujar pria berkaca mata ini.
 
Terkait difisit yang dialami BPJS Kesehatan, Octo menjelaskan penyebab terjadinya defisit.“Salah satu penyebab defisit karena besaran iuran yang ditetapkan saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria, sehingga menyebabkan biaya pelayanan kesehatan selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan iuran yang diterima oleh BPJS Kesehatan,” ungkap Octo.
 
Menanggapi rencana penyesuaian iuran, ia mengungkapkan sampai dengan saat ini iuran masih belum ada perubahan, adapun rencana penyesuaian baru dilaksanakan setelah Peraturan Presiden (Perpres) dikeluarkan oleh Presiden.
 
Selama ini pemerintah pengambil opsi memberikan suntikan dana untuk menalangi kekurangan pembiayaan, namun setiap tahun jumlah terus bertambah.“Jadi apabila terjadi penyesuaian iuran adalah dalam rangka menyelamatkan program ini (JKN-KIS-red), pertanyaannya siapakah yang paling terdampak dari penyesuaian iuran ini. Tak lain adalah pemerintah karena 96,8 juta masyarakat tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah pusat melalui APBN, belum lagi masyarakat tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah daerah,” tegasnya.
 
Sedangkan penyesuaian iuran JKN-KIS terhadap pekerja hanya dikenakan pada segmen pekerja dengan gaji di atas 8 juta per bulan. menjadi maksimal 12 juta per bulan.
 
Proporsi pembagian beban iuran antara buruh dan pengusaha tetap seperti semula tidak ada perubahan, yaitu 1% dari upah menjadi beban pekerja dan 4% dari upah menjadi beban pemberi kerja.“Jumlah ini tidak sebanding dengan besarnya manfaat yang diberikan program JKN-KIS ketika ada pekerja yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” tegasnya
 
Di sesi diskusi Ketua KSBSI Kalimantan Timur Wuaya Kawilarang mengatakan sangat mengapresiasi penjelasan yang disampaikan oleh BPJS Kesehatan.“Penjelasan ini yang kami tidak peroleh sebelumnya, terus terang ini membuka wawasan saya, banyak sekali manfaat dari program ini tidak terbayang apabila program ini berhenti ratusan ribu orang sakit tidak mendapatkan pelayanan kesehatan,” ungkap Kawilarang.
 
Rencana penyesuaian iuran tidak terlalu berpengaruh pada buruh karena secara proporsi tidak berubah hanya batas atasnya saja, ia mengatakan, “Tak banyak buruh yang terkena dampak kenaikan, hanya yang memiliki gaji diatas 8 juta. Kami sarankan agar kedepannya dibicarakan baik antara buruh dan instansi terkait, harapan tidak ada demo," kata dia. (*)
 



TINGGALKAN KOMENTAR