•   15 September 2025 -

PT. Borneo Grafika Pariwara

Jl. Kapt Pierre Tendean, RT 02 No 9, Kelurahan Bontang Baru
Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kaltim - 75311

Liputan Khusus: RSUD Bakar Limbah Pakai Insinerator Bodong, Asap Cekik Warga Gotong Royong

Bontang - Redaksi
15 September 2025
 
Liputan Khusus: RSUD Bakar Limbah Pakai Insinerator Bodong, Asap Cekik Warga Gotong Royong Ilustrasi.

RSUD Taman Husada Bontang nekat mengoperasikan insinerator tanpa restu kementerian. Tak hanya melanggar peraturan, aktivitas pembakaran limbah medis itu juga mengancam kesehatan warga Kampung Gotong Royong. Di sisi lain, DLH selaku pengawas justru terkesan melakukan pembiaran terhadap aktivitas ilegal yang telah berlangsung selama setahun terakhir.

***

WAKTU menunjukkan pukul 22.00 saat Marlin keluar rumah dengan terburu-buru. Kedua tangannya membopong bocah lelaki lima tahun. Keriuhan dari dalam rumah tak dihiraukannya. Fokusnya hanya satu. Secepatnya membawa sang anak ke rumah sakit.

Raut cemas terpancar jelas di wajah lelahnya. Selaras dengan pikirannya yang penuh tanya akan kondisi kesehatan sang anak. Rumah perempuan baya ini berada persis di samping RSUD Taman Husada Bontang, sehingga hanya membutuhkan beberapa menit untuk sampai di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa, Marlin menghampiri seorang petugas yang berada tepat di depan pintu IGD. Napas terengah-engah menguar darinya saat menjelaskan kondisi sang anak yang tengah tergolek lemas dalam dekapannya.

Setelahnya semua berlangsung cepat. Anak bungsu Marlin langsung menjalani pemeriksaan. Hingga perkataan dokter menampar kesadaran Marlin yang kala itu berdiri persis di samping brankar sang anak.

"Ini akibat terpapar asap terus-terusan," ucap Marlin menirukan ucapan dokter kala itu.

Menurut Marlin, saat itu dokter menyarankan agar anak bungsunya menjalani rawat inap. Guna memudahkan proses pemeriksaan dan pemulihan. Mengingat gejala yang dialami oleh anaknya cukup parah. Yakni, batuk terus menerus hingga sesak napas.

Selain itu, kata Marlin, belakangan hasil rontgen terhadap paru anaknya juga menunjukkan kondisi yang tidak bagus. Dokter pun mendiagnosis anak bungsunya menderita infeksi paru-paru.

Perkataan dokter tersebut membuat Marlin seperti dejavu. Mengingat hal serupa turut disampaikan dokter pada pemeriksaan sebelumnya, medio Mei 2025.

"Itu kali kedua. Jadi dalam sebulan dua kali anak saya dirawat dengan penyakit yang sama," kata Marlin saat ditemui di kediamannya pada Selasa sore, 2 September 2025.

Marlin, 42 tahun, adalah warga Kampung Gotong Royong, RT 49, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat. Ia bersama sang suami telah tinggal di kawasan ini lebih dari sepuluh tahun.

Menurut ibu empat anak ini, anak bungsunya kerap menderita batuk hingga sesak napas sejak setahun terakhir. Bertepatan saat manajemen RSUD Taman Husada memindahkan insinerator lebih dekat dengan permukiman warga.

Insinerator adalah alat yang berfungsi membakar limbah padat pada suhu yang tinggi untuk mengurangi volume limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Marlin mengaku, asap hitam tebal dengan aroma tak sedap menjadi santapan rutin keluarganya beserta warga lainnya setiap kali insinerator itu beroperasi.

Jika insinerator sedang beroperasi, Marlin terpaksa harus menutup seluruh pintu dan jendela. Lantaran asap tebal yang berasal dari insinerator bakal merangsek masuk memenuhi seluruh sudut rumah.

Kondisi ini memaksa Marlin harus menyuruh anak-anaknya untuk bermain di dalam rumah. “Selain sesak napas, kalau kena mata juga perih,” jelasnya sembari menatap cerobong insinerator dari halaman rumahnya.

Tak hanya itu, residu pembakaran limbah medis itu juga turut menempel di pakaian. Meninggalkan bercak hitam yang sulit dihilangkan.

Dijelaskan Marlin, semula alat insinerator itu beroperasi setiap sore hari. Namun, usai ditegur oleh warga sekitar pengoperasian alat itu berganti menjadi malam hari. “Mungkin takut kami video, kalau sore kan asap hitamnya terlihat jelas.”

Setali tiga uang dengan Marlin, penyakit batuk hingga sesak napas juga sering menyerang dua anak Linda Rombe, masing-masing berusia empat dan enam tahun.

Linda mengisahkan, saat dibawa ke puskesmas kedua anaknya didiagnosis menderita flu intensitas berat. Penyebabnya karena sering menghirup asap. Kendati demikian, pihak puskesmas hanya meminta agar kedua anaknya menjalani kontrol rutin dan diuap.

"Saya bilang tinggal dekat RSUD samping alat pembakaran, terus dokter bilang itu bisa jadi faktor anak saya sakit," jelasnya.

Pekan lalu, kata Linda, sang suami dan dua rekannya mendatangi tempat pembakaran limbah medis RSUD Taman Husada. Di sana mereka meminta petugas untuk menghentikan aktivitas pembakaran karena asap hitam dan bau tajam menyergap 15 rumah yang berdiri tepat di samping rumah sakit plat merah itu.

Saat itu petugas langsung menghentikan aktivitas pembakaran. Namun, keesokan harinya RSUD kembali mengoperasikan insinerator. Seolah keluhan warga tidak pernah ada.

"Klaim mereka (RSUD) selalu aman. Tapi, kenapa warga banyak yang sakit? Ini kan sangat menjengkelkan," katanya dengan nada tinggi.

Kondisi serupa juga dialami oleh Yohana Sattu. Ditemui pada Sabtu, 30 Agustus 2025, perempuan lanjut usia yang rumahnya berlokasi kurang 50 meter dari insinerator ini mengaku sering mengidap batuk dan flu sejak setahun belakangan. Mirisnya, dalam sebulan penyakit tersebut bisa menyerang dirinya hingga dua kali.

Tak hanya dirinya, penyakit langganan itu juga turut menyerang sang cucu hingga harus bolak balik puskesmas untuk menjalani perawatan. Selain diberi obat pereda sakit, tak jarang cucu Yohana harus menjalani tindakan uap karena banyaknya dahak.

"Setahun terakhir sejak corong pembakaran itu diletakkan di samping permukiman kami jadi sering sakit,” ungkapnya.

Selain membawa penyakit, kata Yohana, aktivitas pembakaran limbah medis yang dilakukan oleh RSUD perlahan turut menghilangkan budaya bercengkrama warga sekitar, yang kerap dilakukan di teras rumahnya saat malam hari. “Karena asap pekat hitam biasanya muncul sekitar pukul delapan malam,” sebutnya.

Menurut Yohana, awalnya alat pembakaran limbah itu terletak di belakang Gedung B atau Bengkirai RSUD. Kala itu, asap tebal tidak pernah sampai ke rumah mereka. Namun, akhirnya alat itu dipindah setelah menerima banyak komplain dari pasien akibat bau yang sangat menyengat.

"Kalau pasien mereka (RSUD) menolak, kami warga juga berhak menolak. Harusnya alat itu tidak ditempatkan di sana," keluh Yohana.

Ketua RT 49, Kelurahan Belimbing, Salmiah, mengaku keluhan soal dampak pengoperasian alat insinerator RSUD acap kali disampaikan warganya yang bermukim tepat di samping RSUD. Bahkan setiap insinerator itu beroperasi ponselnya tidak berhenti berdering. Sementara di grup WhatsApp RT, warga terdampak mengirimkan bukti video maupun foto yang menunjukkan asap hitam pekat muncul dari cerobong insinerator RSUD.

“Kalau anginnya kencang asapnya kadang sampai sini juga, tapi yang paling terdampak memang warga yang tinggal di samping RSUD. Apalagi di sana ada sekitar 10 balita,” ujarnya.

Perempuan berhijab ini menyebut, sejak alat pembakaran itu dipindah lebih dekat dengan permukiman warga, pihak RSUD belum pernah melakukan sosialisasi ke masyarakat. Pun berbagai keluhan yang disampaikan warga ke petugas pembakaran limbah juga tidak pernah direspons oleh manajemen rumah sakit.

Mewakili warganya, Salmiah berharap pihak RSUD bisa bertanggung jawab dengan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pembakaran limbah. Utamanya soal kesehatan warga yang semakin terancam.

Minta Pengoperasian Insinerator Dihentikan

Keluhan warga terhadap insinerator RSUD Taman Husada juga sampai ke telinga tokoh masyarakat Kampung Gotong Royong yang juga merupakan anggota DPRD Bontang, Jonni Alla Padang.

Menurutnya asap hitam tebal yang dihasilkan insinerator menunjukkan proses pembakaran yang tidak sempurna. Hal ini berpotensi mengandung zat berbahaya seperti dioksin, furan, dan partikulat. Selain itu, pencemaran udara akibat insinerator juga dinilai bisa menambah beban lingkungan di Bontang.

“Segera hentikan (pengoperasian insinerator) hingga ada perbaikan teknis dan izin resmi,” katanya, Rabu, 3 September 2025.

Ditekankan JAP, sapaannya, setiap pengoperasian fasilitas pengelolaan limbah medis wajib memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, baik dari Kementerian Lingkungan Hidup maupun dinas teknis terkait.

“Pengoperasian tanpa izin merupakan pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi,” sebutnya.

Oleh karena itu, JAP mendesak RSUD untuk menghentikan sementara pengoperasian insinerator hingga izin lengkap. Juga mendorong Pemkot Bontang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk melakukan evaluasi teknis dan audit lingkungan.

“Saya memahami kebutuhan RSUD dalam mengelola limbah medis, namun kepentingan kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama.”

Berdasarkan data Puskesmas Bontang Barat yang melayani Kampung Gotong Royong, penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masuk tiga besar penyakit terbanyak yang menjangkit masyarakat Bontang Barat pada 2024.

Sementara itu, menukil data dari situs resmi Puskesmas Bontang Barat hingga pekan ke-21 tahun ini, ISPA masuk empat jenis penyakit menular berpotensi KLB/wabah yang dilaporkan ke dalam Sistem Kewaspadaan dan Respons (SKDR) dengan jumlah mencapai 62 kasus. Angka ini lebih tinggi atau mengalami peningkatan dari pekan sebelumnya yang mencapai 45 kasus.

Kepala Puskesmas Bontang Barat, Muhammad Irzal Wijaya menyebut penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan tidak hanya disebabkan imunitas tubuh yang menurun, tetapi juga akibat paparan asap berlebih.

“Terpapar asap berkepanjangan dapat memicu iritasi pada saluran pernapasan,” katanya saat ditemui, Senin, 8 September 2025.

RSUD Akui Belum Kantongi Izin

Baca di halaman selanjutnya >>>






TINGGALKAN KOMENTAR