•   11 May 2024 -

Petani Cabai Terkendala Kutim Pemasaran

Kutai Timur - Humas Pemkab Kutim
20 April 2017
Petani Cabai Terkendala Kutim Pemasaran Yuriansyah, Camat Batu Ampar, Kutai Timur (IST)

KUTIM.KLIKKALTIM - Terus berkembangnya perkebunan merica atau lada di Kecamatan Batu Ampar (Batam) tetap bertahan dan tak tergerus oleh krisis yang melanda negeri ini. Kendati harganya turun hampir setengahnya, namun hasil komoditi ini tetap sanggup menopang kesejahteraan petani.

Kepala Desa Mawai Indah, Kecamatan Batam, Robert Andriansyah menjelaskan di daerahnya terdapat 80 hektare (ha) yang digunakan untuk pengembangan merica. Menggunakan sistem tanam perorangan dengan areal yang bervariasi.

“Merica siap jual dengan proses pengeringan 3 sampai dengan 5 hari, saat ini harganya berkisar Rp 85-87 ribu perkilogram,” katanya.

Turunnya harga merica di Kutim sedikit banyaknya dipengaruhi keberadaan tengkulak akibat belum terbentuknya sistem dan jaringan pemasaran yang baik. Oleh sebab itu dia berharap Pemkab Kutim melalui instansi terkait dapat memfasilitasi para petani agar bisa menjual hasil panen merica kepada pembeli lain selain tengkulak. Agar harga yang diberikan bisa lebih tinggi.

Camat Batam, Yuriansyah, menambahkan selain getah karet dan kelapa sawit potensi lada didaerah yang dipimpinnya memang besar. Namun belum tergarap dengan baik oleh pelaku usaha besar. Lada juga merupakan tanaman unggulan masyarakat setempat.

“Lada menjadi salah satu penopang perekonomian dan hampir semua desa di Batam memiliki lada. Namun potensi tanaman lada terbesar berada Desa Mawai Indah,” jelas Yuriansyah. “Sebelum ada status lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) masyarakat di Batam sudah bercocok tanam lada serta tanaman yang lainnya,” tambahnya.

Yuriansyah mengakui, masih kurangnya keterlibatan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), menjadi kendala tersendiri dalam pemasaran hasil lada. Untuk itu dia meminta agar Kepala Desa (Kades) ikut terlibat dalam menggali potensi masing-masing desa. Untuk pengembangan lada, karet ataupun sawit agar dapat meningkatkan tarap hidup para petani. Tentunya membangun sistem pemasarannya.

Sementara itu Iknasius Lino, salah seorang petani lada mengatakan perkembangan tanaman dalam kondisi baik, karena sering terjadi hujan. Namun harga turun drastis di 2015, harga mencapai Rp 165 ribu per/kg dan sekarang turun menjadi Rp 87 ribu per/kg,” jelasnya.

Dia menyebut saat ini banyak tengkulak masuk ke Batam membeli dengan harga Rp 87 rb per/kg, padahal pada 2015 lada yang dikirim ke Eropa seperti Belanda harganya mencapai Rp 165 rb per/kg. Tengkulak biasanya membeli dengan cara mengambil di tempat, dalam sebulan terkumpul 7 ton.

Iknasius Lino menambahkan saat ini telah menanam 2.500 batang dengan jarak tanam 2x2 meter di areal seluas 1 ha. Dia berharap penyuluh pertanian lapangan (PPL) sering berkunjung, agar bisa memberikan bimbingan kepada petani tentang bagaimana cara menangani hama tanaman yang belum bisa teratasi dengan baik. Selain itu bantuan dari pemerintah juga masih diharapkan, terutama membantu pengadaan bibit dan pupuk.

“Fusarium (penyakit) dan hama ulat menjadi tantangan para petani, karena langsung menyerang akar serta tangkai daun lada, pupuk bersubsidi dan obat hama penyakit tentunya sangat diperlukan,”Harap Iknasius. (hms8)




TINGGALKAN KOMENTAR