•   18 May 2024 -

Soal Surat Sakti Basri, Pengamat Hukum : Bisa Dipidana

Bontang - M Rifki
16 Mei 2022
Soal Surat Sakti Basri, Pengamat Hukum : Bisa Dipidana Ketua DPC Peradi Balikpapan Agus Amri menilai pemberian surat rekomendasi menyalahi aturan/Ist-Klik Kaltim

KLIKKALTIM.COM - Surat sakti Basri yang diberikan ke perusahaan asal Kutai Timur dinilai mengarah ke unsur pidana. 

Ketua DPC Peradi Balikpapan, Agus Amri mengatakan, surat rekomendasi wali kota bisa dianggap perbuatan melawan hukum yang bisa menguntungkan kepentingan pribadi melalui jabatannya. 

Klik Juga : Soal Surat Sakti Wali Kota, Basri Dinilai Salah Gunakan Wewenang

Dengan asumsi itu, alumnus Universitas Hasanuddin menilai wali kota berpotensi melanggar Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 28/ 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

"Ini bahaya kalau tindakan kepala daerah ini jadi tradisi, menggunakan jabatan yang melekat dan digunakan untuk kepentingan privat. Meskipun tidak merugikan keuangan negara. Jadi yang perlu kita cari tahu apa motif dasar Pemkot Bontang menerbitkan surat itu," ujarnya melalui telepon kepada media, Senin (16/5/2022).

Surat rekomendasi wali kota untuk perusahaan swasta, tak memiliki alas hukum. Di dalam administrasi pemerintahan tak dikenal praktik seperti itu, kecuali melibatkan Perusahaan Daerah. 

Klik Juga : "Surat Sakti" dari Basri, Beri Rekomendasi ke Perusahaan Kutim

Kepala daerah dianggap telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 17 ayat (2) huruf b yang didalamnya larangan mencampur adukkan kewenangan,sehingga bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.

"Mestinya untuk kepentingan masyarakat. Contohnya dengan memberikan rekomendasi ke Perumda, sebagai perusahaan milik daerah yang tentu kontribusinya ya ke daerah," timpalnya.

Lanjut, pengacara senior itu juga menjelaskan, wali kota bisa dipidana apabila seluruh unsurnya terpenuhi. Ia bisa dikenai penajara paling singkat 2 tahun maksimal 12 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar karena melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana ancamannya terdapat pada Pasal 5 angka 4. 

Agus menyarankan agar wali kota segera mencabut surat tersebut. Bisa juga, kepala daerah mendorong perusda untuk ikut berkompetisi di tender perusahaan swasta.




TINGGALKAN KOMENTAR