•   27 April 2024 -

Prabowo Pilih Sandi, Demokrat di Simpang Jalan

Politik - Omar NR | CNN
09 Agustus 2018
Prabowo Pilih Sandi, Demokrat di Simpang Jalan Prabowo-Sandiaga Uno akan mendaftarkan berkas capres-cawapres ke KPU usai salat Jumat.

KLIKKALTIM.COM - Demokrat berang saat tahu Prabowo Subianto memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presidennya. Upaya membangun koalisi dengan Gerindra pun kini di ambang kegagalan.

Sikap Demokrat ini sekaligus membantah komitmen Ketua partai berlambang mercy itu, Susilo Bambang Yudhoyono, yang sebelumnya mempercayakan secara penuh pemilihan calon wakil presiden kepada Prabowo.

Sikap Demokrat itu tak mengherankan dalam dunia politik. Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Firman Manan merangkumnya dalam kalimat "tak ada makan siang gratis".

Berdasarkan itu, Firman mengatakan pernyataan SBY yang menyerahkan sepenuhnya soal cawapres kepada Prabowo tidak dapat dilihat sebagai sebuah fakta. Perbincangan di balik layar atau yang tak terungkap antara SBY dan Prabowo dalam penjajakan koalisi jelang Pilpres 2019 justru menjadi kunci.

SBY, Firman menduga, tetap bersikap mengedepankan AHY sebagai cawapres Prabowo. Dalam situasi demikian, sikap Prabowo memilih Sandiaga membuat Gerindra dan Demokrat harus berkomunikasi kembali membahas insentif yang diperoleh masing-masing partai bila berkoalisi.

"Hal-hal seperti itu ketika kemudian tidak tercapai kesepakatan antara elite Gerindra dan Demokrat, ya dinamikanya seperti yang terjadi hari ini, seakan cair lagi," kata Firman.

Sekarang Demokrat berada di persimpangan. SBY masih belum memastikan dukungan partai. Namun memasuki tenggat pendaftaran, Jumat (10/8), membuat ruang gerak Demokrat jadi terbatas.

Peneliti dari Saiful Mujani Research Center Djayadi Hanan menyebut keputusan Prabowo memilih Sandi sebagai cawapres akan semakin menggoyahkan upaya membangun koalisi antara Gerindra dan Demokrat.

Hanya saja, kata Djayadi, hal tersebut tak serta merta membubarkan koalisi keduanya. Sebab menurutnya di detik-detik terakhir ini sudah tidak mungkin lagi bagi Demokrat membentuk koalisi baru.

"Justru yang dilema Demokrat. Posisinya yang saat ini serba salah," kata Djayadi Hanan saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui telepon.

Demokrat akan memutuskan sikapnya hari ini dalam rapat Majelis Tinggi. Kepala Bidang Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan hingga saat ini pihaknya belum dapat memastikan apakah akan berbalik mendukung kubu Jokowi usai deklarasi Prabowo-Sandiaga.

"Saya belum tahu persisnya, tapi yang melakukan komunikasi politik kan tingkat tinggi, ada waketum, sekjen. Sampai hari ini kita belum ada update ada komunikasi dengan pihak istana atau tidak," katanya.

Di sisi lain, Djayadi pesimis Demokrat dapat bergabung dengan Koalisi Jokowi. Kartu sudah dipegang kubu Jokowi. Ucapan SBY yang menyinggung hubungannya dengan Megawati, menurut Djayadi bakal jadi penghambat serius kemungkinan Demokrat bergabung dengan Jokowi.

"Bergabung dengan koalisi Jokowi sudah tidak mungkin mengingat pernyataan SBY sendiri yang sudah bilang tidak bisa dengan Mega," imbuh dia.

Ada satu akomodasi yang bisa ditawarkan Prabowo. Akomodasi itu, kata Djayadi, dengan memberikan posisi Wakil Gubernur DKI sepeninggal Sandi kepada AHY.

"Bisa jadi tawaran (jadi wagub) itu, kan, memang bisa dilakukan oleh Partai yang mengusulkan. Bisa jadi nanti Gerindra usulkan AHY untuk redam ini semua," katanya.

Ini hampir serupa dengan pengamatan Firman. Menurut Firman Demokrat masih bisa bergabung dengan Gerindra jika bersedia menurunkan tawaran politiknya.

Selain kembali berkoalisi dengan Gerindra, dia menambahkan Demokrat juga memiliki opsi membentuk poros ketiga atau di luar Prabowo dan Joko Widodo.

Namun, menurutnya, peluang Demokrat menempuh langkah ini terbilang sangat kecil karena harus merangkul PAN dan PKB. Terlebih PKB sampai saat ini masih bersetia mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Di tengah keterbatasan itu, Firman mengatakan Demokrat dipastikan tak bisa mengambil posisi netral seperti halnya sikap saat Pilpres 2019.

Firman berkata kembali mengambil posisi netral akan memberikan banyak kerugian bagi Demokrat, salah satunya menghentikan laju karier politik AHY selama lima tahun ke depan.

"Pada akhirnya, politik itu kompromi, kalau tidak bisa dapat full (penuh) 100 persen harus bisa menurunkan tawaran," ujar Firman. (*) KLIK JUGA: Bukan Mahfud MD, Ma'ruf Amin Jadi Pendamping Jokowi




TINGGALKAN KOMENTAR