•   30 April 2024 -

Buruk Pemerintah, Keluarga yang Disalahkan

Korporasi - Marki
28 Juni 2019
Buruk Pemerintah, Keluarga yang Disalahkan    Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang

SUDAH waktunya Gubenur Isran Noor mengibarkan bendera putih dan menyerahkan tanggung jawab penutupan lubang tambang di Kalimantan Timur, khususnya  Samarinda kepada Pemerintah Pusat. Bendera putih  tanda tak mampu mengurus krisis sosial ekologis yang  tensinya terus memuncak di Kalimantan Timur, ditunjukkan dengan kematian remaja dan anak-anak di lubang tambang batubara.  

Tiga hari lalu, 22 Juni 2019,  Ahmad Setiawan – siswa kelas 4 Sekolah Dasar menjadi korban ke 35 yang meninggal di lubang tambang batubara PT. Insani Bara Perkasa (IBP). Sebelumnya sudah jatuh 4 korban anak-anak yang meninggal di lubang milik perusahaan yang sama. 

Tak hanya mengibarkan bendera putih, sudah waktunya para pejabat menghentikan komentar-komentar jahat yang tidak menunjukkan empati  terhadap keluarga korban, sebaliknya menyakiti  mereka yang sudah kehilangan anak-anaknya, juga menghina akal sehat bangsa Indonesia.

Menyalahkan keluarga korban adalah cara jahat pejabat di Kaltim yang alpa menjalankan perannya mengawasi aktifitas tambang.

Peran Pemerintah yang memastikan lubang-lubang tersebut tak ditelantarkan begitu saja dan telah melewati evaluasi menyeluruh bahwa kawasan tersebut  aman untuk masyarakat sekitar pun tak terlihat sama sekali.

Beberapa aturan yang mewajibkan pelaku tambang bertanggung jawab terhadap konsesi serta lubang tambangnya sudah sangat tegas tertuang di sejumlah peraturan. Baik di UU NO.04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Paska Tambang juga di Perda Kaltim No.08 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Paska Tambang.

Beberapa rekomendasi yang di hasilkan merespon persoalan kasus lubang tambang di Kaltim pun telah di hasilkan diantaranya:  Komnas HAM serta Rekomendasi Pansus Reklamasi dan Investigasi Kasus Bekas Lubang Tambang DPRD KALTIM. Dari 2 rekomendasi itu, tidak satupun yang dijalankan oleh Gubernur Kaltim.

Belum satu tahun memimpin telah 6 anak meregang nyawa di lubang tambang. Pejabat-pejabat baik daerah hingga pusat memilih saling tunjuk melemparkan tanggung jawab.

Apakah Kaltim di bawah Isran Noor masih layak hingga 4 tahun kedepan ? Sejumlah kekecewaan publik sudah kerap kali muncul menyatakan ketidakpuasan duet ini dalam memimpin Kalimantan Timur.

Hal lain yang tak di perhitungkan kala obral izin dimasa lalu di berikan. Hunian tempat tinggal warga tak lagi aman. Lahan bermain anak-anak berubah menjadi menakutkan. Di sekitar rumah dan pekarangan kita telah tersebar lubang-lubang tambang, ibarat ranjau perang dia setiap saat mengancam keselamatan manusia. Tempat bermain yg aman kini hanya ada di mall, kolam hotel, waterboom atau taman lampion. Kini para orang tua harus merogoh koceknya jika buah hati mereka ingin bermain dengan aman.

Namun apakah itu bisa di terapkan bagi keluarga seperti ibu Rahmawati, Nuraini, Marsini, Mulyana dan beberapa ibu-ibu yang ekonominya menengah ke bawah?  

"Kami tak sanggup mengupah baby sitter. Seandainya pak Isran Noor di posisikan seperti kami, apakah dia masih akan berbicara seperti itu?" demikian tanggapan Marsini, merespon pernyataan buruk Gubernur Kaltim beberapa waktu lalu.

Ketiadaan pejabat dalam menjalankan tanggung jawab melindungi keselamatan rakyat terlihat dari tak dipersoalkannya keberadaan lubang tambang yang jumlahnya mencapai 1.735 di seluruh Kaltim. 

Banyaknya jumlah Lubang maut ini tak sekalipun membuat para pejabat di Kaltim Terusik. Nasibnya yang di telantarkan oleh para perusahaan tambang adalah situasi bagaimana para pejabat mengagung-agungkan industri keruk batubara. Faktanya di Negeri ini batubara jauh lebih berharga dari nyawa anak-anak. (*)

 

Pradarma Rupang

Dinamisator Jatam Kaltim 




TINGGALKAN KOMENTAR