•   03 May 2024 -

Melihat Sosok Abdoel Moeis, Mantan Gubernur Kaltim yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Kaltim - Redaksi
30 Desember 2023
Melihat Sosok Abdoel Moeis, Mantan Gubernur Kaltim yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan.

KLIKKALTIM - Nama Abdoel Moeis Hassan di kalangan masyarakat Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tentu sudah tak asing lagi. Sosoknya sempat menjabat sebagai Gubernur Kaltim dengan banyak kisah heroik yang patut dijadikan teladan.

Abdoel Moeis Hassan merupakan tokoh pemuda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia di kawasan Kaltim. Besarnya nama Abdoel Moeis Hassan pun sampai pernah diusulkan oleh masyarakat Kaltim untuk menjadi pahlawan nasional.

Abdoel Moeis Hasan dikenal sebagai seorang tokoh pergerakan kebangsaan di Samarinda pada tahun 1940–1945. Perjuangan dari Abdoel Moeis ini masih terkenang hingga 2018, sebuah kelompok pemerhati sejarah mengajukan usulan calon Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan kepada Wali Kota Samarinda.

Lalu para sejarawan akademis dalam Seminar Nasional 2019 menilai Abdoel Moeis Hassan layak diusulkan kepada pemerintah pusat sebagai Pahlawan Nasional. Sosoknya lahir pada 2 Juni 1924 dan meninggal dunia pada 21 November 2005.

Lantas bagaimana latar belakang dari tokoh pergerakan pemuda di Kaltim ini?

Ia adalah putra kelima dari Mohammad Hassan, seorang tokoh Syarikat Islam Samarinda pada masa pergerakan kebangsaan. Kakeknya, dari pihak ayah bernama Mohammad Saleh yang berasal dari Amuntai, Kalimantan Selatan.

Sementara, kakek dan nenek dari pihak ibunya berasal dari Banjarmasin. Oleh karena itu, Abdoel Moeis Hassan merupakan merupakan keturunan dari etnis Banjar.

Pada usia 5 tahun, Abdoel Moeis Hassan bersekolah di Meisje School dan memperoleh ijazah MULO dari Instituut Het Zonnig Land.

Kemudian, ia juga memiliki ijazah Boekhouding A dan B serta menamatkan Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Sungai Pinang, Samarinda.

Pada 1944 di usia 20 tahun, Abdoel Moeis Hassan menikah dengan Fatimah, yang lebih muda empat tahun darinya.

Ia dan Fatimah dikaruniai enam putra dan satu putri. Abdoel Moeis mempunyai adik kandung bernama Muhammad Syarkawie Hassan yang merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia periode 1982-1988 serta Ketua Majelis Kehormatan dan Penasihat Pengurus Besar PDGI periode 1988-2003.

Karena hidup sezaman dengan Inche Abdoel Moeis, untuk membedakan keduanya, orang-orang memanggil Abdoel Moeis Hassan dengan julukan "Moeis Kecil" sedangkan I.A. Moeis dengan "Moeis Tinggi" karena perbedaan postur antara keduanya.

Abdoel Moeis Hassan juga merupakan pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada masa 1945–1949. Kiprah dan perjuangannya telah ada sejak remaja, saat ia mengikuti aktivitas pergerakan kebangsaan di Samarinda.

Ia belajar masalah politik pada A.M. Sangadji hingga pada tahun 1940, ia mendirikan Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan menjadi ketuanya. Kemudian pergerakannya berkembang dan bersama A.M. Sangadji, ia mendirikan lembaga pendidikan bernama Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra'jat pada 1942.

Lalu, ia bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI). Panitia itu dibentuk untuk mewujudkan Proklamasi Negara Indonesia di Samarinda pada 1945. Abdoel Moeis Hassan juga berperan dalam mendirikan Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang pendudukan Belanda di Samarinda setahun setelahnya.

Lalu di 1947 Abdoel Moeis Hassan menjadi ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi yang mendukung RI dan menentang federasi yang dibentuk Belanda. Pada akhir 1949, bersama Front Nasional, Abdoel Moeis menuntut kepada pemerintah lokal untuk keluar dari Republik Indonesia Serikat (RIS) dan bergabung dengan RI-Yogya.

Tuntutannya akhirnya tercapai dengan berintegrasinya Keresidenan Kaltim ke wilayah RI pada tanggal 10 April 1950. Setelahnya ia ikut mengadakan Kongres Rakyat Kaltim pada 1954 untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat meningkat.

Di 1956, tuntutan tersebut dipenuhi dan 9 Januari 1957 Kaltim resmi berdiri sebagai provinsi. Kemudian pada 1960, ia menjadi Ketua Komisi Gabungan di DPR Gotong Royong yang bertugas menyelesaikan RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan RUU Pokok Agraria.

Saat 1962, Abdoel Moeis Hassan resmi menjadi Gubernur Kaltim kedua. Perjuangannya untuk Kaltim pada tahun 1964 cukup berpengaruh yakni ia mencegah usaha pembakaran keraton Kutai oleh massa dan tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman.

Kemudian di 1966, ia berhenti sebagai Gubernur dan menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Lalu, 1968 hingga 1970, ia kembali menjadi anggota DPR RI mewakili PNI.

Tahun 1976, ia pensiun dari PNS dan berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku hingga 2004 dan meninggal dunia pada 2005 dalam usia 81 tahun.

Kontroversi Inche Moeis

Sosok Inche Moeis sempat terlibat dalam sebuah kontroversi pada tahun 1947 saat ia ditunjuk sebagai Ketua Front Nasional.

Kala itu, ia tidak lama menjabat dan diberhentikan karena sikapnya yang mendukung pembentukan Negara Federal Kalimantan buatan Van Mook.

Momen itu terjadi dalam Konferensi ke-3 Ikatan Nasional Indonesia (INI) tahun 1947, dimana Inche Moeis melontarkan kata "bodoh" kepada pihak yang tidak setuju dengan pembentukan Negara Federal Kalimantan buatan Van Mook.

Kemudian, ucapan Inche Moeis menyebabkan para pengurus INI marah hingga seorang anggota INI Cabang Balikpapan bernama Karim Pajau menuduh I.A. Moeis sebagai pengkhianat.

Setelahnya, kedudukan Ketua Front Nasional kemudian digantikan oleh pejuang Republiken Samarinda bernama Abdoel Moeis Hassan.

Karena berada dalam satu jaman dan sama-sama pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur, sosok Inche Moeis ini dijukuki sebagai Moeis Tinggi dan Abdul Moeis dijuluki Moeis Kecil karena perbedaan postur badan keduanya.

Meski sempat menuai kontroversi, pada tahun 1949, sosoknya sempat menjadi anggota delegasi di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda, mewakili Kalimantan Timur.

Kemudian di tahun 1950-an, kiprah Inche Moeis di dunia politik semakin berkembang setelah ia tercatat sebagai pengurus DPP PNI di Jakarta.

Inche Moeis kemudian meninggal di Jakarta pada tahun 1978. Sebelum meninggal, ia pernah menjabat sebagai DPR RI, lalu Gubernur Kalimantan Timur, dan mendirikan perusahaan pelayaran bernama PT Mahakam Shipping Company.




TINGGALKAN KOMENTAR