•   18 October 2024 -

PT. Borneo Grafika Pariwara

Jl. Kapt Pierre Tendean, RT 02 No 9, Kelurahan Bontang Baru
Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kaltim - 75311

Sosok Hana Hiyati; Penyapu Jalan di Bontang dengan Hati Malaikat, Tanpa Pamrih Merawat 3 Lansia Sekaligus

Bontang - M Rifki
16 Juli 2024
 
Sosok Hana Hiyati; Penyapu Jalan di Bontang dengan Hati Malaikat, Tanpa Pamrih Merawat 3 Lansia Sekaligus Hana Hiyati janda anak 3 ini merawat ayahnya dan 2 orang lansia lain tanpa pamrih/M Rifki - Klik Kaltim

KLIKKALTIM.COM- Ketika kamu merasakan sakit artinya kamu hidup, namun ketika kamu merasakan penderitaan orang lain artinya kamu manusia.

Mungkin penggalan kata dari Ali Syariati itu bisa menggambarkan sosok Hana Hiyati Fitri. Ia hanya penyapu jalan, namun tulus merawat 3 orang lansia dengan cara sangat sederhana.

-----

Hana usianya 40 tahun. Ibu dengan 3 orang anak ini merawat buah hatinya seorang diri, setelah berpisah dengan suaminya. Hidup sebagai orang tua tunggal, tak menyurutkan niat dia berbuat baik.

Penghuni kamar Lantai 3, Rusun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara ini tinggal di kamar ukuran 3x7 meter dengan 5 kepala dalam satu hunian.

2 orang anaknya masih bersekolah di tingkat SMA Sederajat, sedangkan putri sulungnya menganggur kini tengah mencari pekerjaan.

Selain buah hatinya, di dalam bilik sederhana ayahnya ikut menumpang. Sang ayah berusia lanjut dengan kondisi lumpuh dan memiliki riwayat jantung.

Dibantu anaknya, Hana mengurus ayahnya untuk mandi, makan, hingga mengganti popok. “Sebelum kerja saya urus dulu bapak, kalau di rumah sama anak-anak saja biasanya yang bantuin,” ungkap Hana.

Sehari-hari Hana bekerja sebagai penyapu jalan, dari upah profesinya digunakan membiayai kebutuhan hidupnya beserta 4 orang tanggungan. Pun dengan keterbatasan itu, dia masih sempat merawat 2 orang lansia lain.

Rawat 2 Lansia Lain dan Keluarganya

Di bangunan Rusunawa Api-Api, lantai dasar, Hana juga merawat Supinah. Usianya juga telah lanjut dan seorang janda. Supinah memiliki anak perempuan pun telah bercerai dari pernikahannya dikaruniai 1 anak.

Mirisnya, anak Supinah dan cucunya saat itu dalam kondisi cacat mental.

Supinah merupakan rekan se-profesi dengan Hana, diusianya Supinah masih diberdayakan sebagai penyapu jalan oleh pemerintah namun dengan perlakuan khusus. “Dia sapu jalan di sekitar Rusunawa saja,” ungkap Hana.

Hana menuturkan, Supinah tak lagi sehat sepenuhnya. Bahkan, untuk mandi pun harus dibantu oleh Hana.

Tetangganya ini juga memiliki gangguan mental, untuk merawat diri saja kesulitan sehingga jarang bersih-bersih. Malangnya, putri sulungnya juga alami depresi usai bercerai dengan suaminya, sedangkan anaknya cacat mental sejak lahir.

Atas kondisi itu, Hana tergerak untuk membantu perawatan keluarga Supinah. “Kasihan juga. Karena agak kurang. Kalau dikasih bantuan besok dijual, rumah dibersihkan besoknya sudah berantakan lagi. Agak kurang sehat mentalnya,” ungkap Hana.

Tambahan Rawat

Belakangan, tawaran merawat lansia kembali diamanahkan ke Hana. Kali ini, kakek dengan keterbatasan fisik. Kondisinya tak berbeda jauh dengan ayah Hana, alasan itulah ia rela merawat pria tersebut.

Pria malang itu bernama Paimun usianya 59 tahun, sebelumnya dia ditampung di rumah warga, di Jalan Arief Rahman Hakim, RT 41, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat. Di sana ia dirawat oleh warga setempat.

Namun, Lembaga Kesejahteraan Disabilitas Yayasan Pandu Qolby mengambil alih perawatan Paimun. Hana ditunjuk sebagai pendampingnya.

Selepas bekerja, Hana ke yayasan di Jalan Atletik 19, Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara untuk mengurus Paimun mulai menyapih makan, mandikan hingga mengganti popok persis seperti perlakuan ke ayahnya.

 "Saya mau aktif merawat lansia. Karena saya punya ayah yang kondisinya juga sama. Selain memang kewajiban. Saya anggap aktivitas saya ini adalah amal jariyah untuk beribadah," ucapnya. 

Ternyata, Hana baru tahu rupanya Paimun dan Supinah-tetangga kamar di Rusunawa- dulu pasangan suami istri. Keduanya bercerai sejak puluhan tahun silam, Hana pernah menawarkan agar keduanya rujuk namun mereka menolak untuk berpasangan kembali.

Hana kembali bercerita, saban hari ia membagi waktu untuk mengurus rumah, anak-anaknya serta keluarga Supinah dan Paimun. Tubuhnya tak lagi kokoh, kecelakaan kerja menyebabkan bahu kanannya cidera sehingga tak kuat untuk mengangkat beban berat.

Untuk membantunya, Hana selalu mengajak putranya untuk membantu saat mengurusi Paimun. Dengan keterbatasan hidupnya Hana tak pamrih, ia hanya berharap pahala dari kesibukan sosialnya.






TINGGALKAN KOMENTAR