•   24 April 2024 -

Agus Haris Tolak Wajib Antigen dan PCR bagi Peserta SKD CPNS 2021

Bontang - Redaksi
30 Agustus 2021
Agus Haris Tolak Wajib Antigen dan PCR bagi Peserta SKD CPNS 2021 Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris.

KLIKKALTIM - Badan Kepegawaian Negara (BKN) merilis sejumlah ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh peserta seleksi kompetensi dasar (SKD) CPNS 2021. Yang dijadwalkan berlangsung 2 September mendatang. Karena digelar di tengah pandemi, sejumlah aturan terkait protokol kesehatan (prokes) diterapkan.

Dalam salah satu aturan itu disebutkan, seluruh peserta tes SKD CPNS 2021 wajib swab PCR atau rapid antigen dengan hasil negatif. Selain itu, khusus peserta CPNS 2021 dan PPPK non-Guru di Jawa, Madura dan Bali wajib sudah divaksin Covid-19 minimal dosis pertama. Hal ini sebagaimana termaktub dalam rekomendasi Satgas Penanganan Covid-19 Nomor: B-115/KA SATGAS/PD.01.02/8/2021 tanggal 21 Agustus 2021 terkait permohonan izin pelaksanaan seleksi CASN 2021.

Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris menanggapi soal aturan SKD ini. Dia berpendapat, kewajiban mengantongi PCR atau antigen menurutnya sangat memberatkan peserta SKD. Dengan asumsi sebagian besar peserta adalah lulusan baru, atau orang yang belum bekerja, maka beban untuk membawa hasil tes cukup memberatkan dari sisi ekonomi. Di masa pandemi ini, setiap orang menahan diri agar tak mengeluarkan rupiah untuk hal-hal di luar kebutuhan hidup mendasar, utamanya pangan. Sementara, untuk mengikuti satu kali tes antigen atau PCR mesti merogoh hingga ratusan ribu rupiah.

“Okelah kalau pasti diterima. Ini kan belum. Rakyat sudah susah, dibuat makin susah. Bagi saya aturan ini tidak administratif sekali. Karena sebenarnya tidak ada dalam aturan CPNS yang tiap tahunnya berlaku,” beber politikus Gerindra ini, Senin (30/8/2021) siang.

Selain itu, ia juga mewanti-wanti bila Bontang hendak mengadopsi aturan wajib vaksin bagi peserta SKD CPNS 2021. Menurutnya, syarat ini mestinya tak diberlakukan di Bontang. Realitas yang terjadi di lapangan, kebutuhan dan ketersediaan vaksin tak imbang. Lebih besar kebutuhan, sementara distribusi dari pemerintah pusat terbatas bahkan kerap terhambat.

“Kalau saya pribadi, jelas menolak dua persyaratan ini. Sangat memberatkan masyarakat,” tandasnya.

 




TINGGALKAN KOMENTAR