•   27 April 2024 -

Kisah Penyesalan Pembunuh yang Divonis Seumur Hidup, Hanya Berpasrah ke Ilahi (edisi-1) 

Kaltim -
20 April 2021
Kisah Penyesalan Pembunuh yang Divonis Seumur Hidup, Hanya Berpasrah ke Ilahi (edisi-1)  Amir kini menjadi narapidana di Lapas Kelas II A Bontang.

KLIKKALTIM.COM - Tahun ini usianya genap 59 tahun. Tubuhnya mulai ringkih. Matanya juga tak lagi nanar. Dibalik jeruji Amir-nama rekaan- berpasrah menjalani sisa umurnya. 

Amir kini menjadi narapidana di Lapas Kelas II A Bontang. Sudah 5 tahun dia menghuni blok Nusantara 1. Bloknya para napi kasus kriminal. 

Ia terjerat kasus kriminal medio 2016 lalu. Dirinya mengaku khilaf dengan aksi itu. Akibat perbuatanya seorang anak kehilangan nyawa dengan cara tragis. 

Kejadian itu terus menggelayut di benaknya. Tak menyangka dia tega melakukan hal itu.

Ayah 2 anak ini sudah berpasrah. Vonis hakim seumur hidup pun rela ia jalani. Kendati harus meringkuk hingga sisa hayatnya di penjara.

"Mungkin begini lah jalan hidup saya," ujar pria berkulit sedikit gelap ini. 

Hukuman badan kini harus diterima. Di sisa umurnya, Amir sudah lebih agamais. Berpasrah kepada Yang Maha Esa cara satu-satunya yang bisa ditempuh. 

6 tahun lalu Amir membuka usaha di Sangkulirang, Kutai Timur. Kios kecil di tepi jalan berdagang kelapa parut. 

Dia dibantu istri dan 2 anaknya berjualan. Pelan-pelan usahanya kian membaik, hingga menjadi pendapatan bagi kelurga kecilnya. 

Jauh sebelumnya, Amir seorang karyawan di kapal. Tabungan dari hasil bekerja di kapal dibelikan mesin parut dan membangun usaha. 

"Sekarang anak dan istri yang lanjutkan usahanya," katanya. 

Buah hatinya sepasang putri dan putra. Putrinya kini telah berkeluarga, sedangkan si bungsu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Di momen tertentu keluarganya membesuk. Namun, selama pandemi, interaksi dengan keluarga hanya secara virtual. 

Dihantui Rasa Bersalah

Penyesalan selalu datang diakhir. Selama di bui kekejamannya 5 tahun silam masih kerap menghantui. Sekelabat melintas di benak membuatnya terisak. 

Dia kalap mata. Korbannya masih sangat belia. Pun putri temannya sendiri. Rasa takut dan panik yang membuatnya pikirannya sempit kala itu. 

"Kalau ingat lagi peristiwa itu saya sedih sekali," kenangnya. 

Dia berhenti bicara sejenak. Mengambil nafas dalam lalu melanjutkan ceritanya. 

Rasa bersalah masih terus dirasakan. Saat momen bersahaja, seperti ulang tahun seseorang dirinya justru berduka. 

Kenangan korban terbersit di kepalanya. "Saya tak bisa bayangkan," ungkapnya meratap kepada wartawan. 

Mengingat Tuhan Pelipur Lara

Lantunan ayat suci dan zikir di dalam hati menjadi cara terbaik pelipur lara. Menenangkan jiwanya yang gulana. Bayangan kekejamannya bisa reda dengan mengingat sang pencipta. 

Selama di penjara dia jauh lebih mendekat ke Ilahi. Salat tepat waktu dan banyak berinteraksi dengan Kitab Suci. 

"Kalau tidak ada Allah, mungkin sudah macam-macam (nekat) saya," ungkapnya. 

Di penjara pembinaan kerohanian diprioritaskan. Cara ini dinilai paling ampuh untuk menenangkan jiwa selama di balik tembok tinggi. 

Beberapa wadah kreasi juga disediakan pihak Lapas Bontang. Menuangkan bakat dengan berkecimpung di workshop menjadi alternatif yang bisa mengisi kesibukan selama di penjara. 

"Tapi memang hanya berpasrah (ke Maha Kuasa) saja yang buat saya tegar," ujarnya.




TINGGALKAN KOMENTAR