Tanggapan Pengamat Hukum Soal TAPPD : Dibentuk Akhir Jabatan, Tim Ahli Percepatan atau Tim Sukses
BONTANG- Dasar hukum Wali Kota Bontang membentuk Tim Ahli Percepatan Pembangunan Daerah (TAPPD) dinilai cacat administrasi dan sarat kepentingan politik.
Pengamat hukum Universitas Mulawarman Warkhatun Najidah pembentukan tim ini abai dengan aturan.
Alasannya, karena selain tak didukung Peraturan Wali Kota (Perwali) juga disinyalir tak tertuang di Rencana Jangka Menengah Pembangunan Daerah (RPJMD).
Di samping itu, tim ini juga sarat kepentingan politik. Sebab, selain sejumlah anggota tim ikut berkampanye juga keputusan ini baru dilaksanakan jelang akhir masa jabatan.
Najidah menilai, kondisi ini berbeda dengan Pemkot Samarinda. Wali Kota Andi Harun telah membentuk tim serupa yang mulai berjalan sejak awal tahun pemerintahannya. Pembentukan tim itu juga berdasarkan Perwali serta berkesesuaian dengan RPJMD Samarinda.
Bias Kekuasaan
Najidah juga menilai pembagian tugas dari anggota tim ini bias kekuasaan. Sebab, peran TAPPD akan berbenturan dengan fungsi dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Dikhawatirkan peran TAPPD dalam mengevaluasi kegiatan justru lebih kuat ketimbang OPD yang resmi dan berkompetensi dalam pengawasan, semisal Inspektorat Daerah.
"Ngapain dibentuk tim itu di akhir masa jabatan. Itu membentuk TAP2D atau tim sukses. Jangan disamakan dengan Samarinda. Ini jelas brutal. Tim ini untuk apa?. Apa dipakai untuk tim nya saja," ucap Warkhatun Najidah kepada Klik Kaltim, Rabu (6/11/2024).
Di samping itu, kompetensi dari Anggota TAPPD juga dipertanyakan. Kendati wali kota punya hak preogatif tetapi tidak semena-mena.
Kemudian, dasar pembayaran honor mereka dari mana. Sebab, apabila tak tertuang di RPJMD dan Perwali pastinya tidak memiliki pos belanja di sistem pembayaran.
"Kita punya aturan administrasi pemerintahan. Di dalamnya ada prinsip kehati-hatian tidak boleh pemborosan. Honor mereka gunakan APBD. Artinya tidak ada cantolan yang jelas," sambungnya.
Diakhir, dia menegaskan walaupun masing-masing anggota tim memiliki hak politik namun tidak diperkenankan untuk mengkampanyekan kandidat. Kecuali, mereka sedari awal memang dibentuk untuk berkampanye dan tentunya hal ini melanggar aturan netralitas.
"Kalau ini sudah tidak wajar. Dari pembentukannya aja sudah brutal. Jadi harus netral. Tidak boleh berpolitik," ungkapnya.
Ikuti berita-berita terkini dari klikkaltim.com dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: