Nestapa Minaryatun; Warga Miskin Bontang Luput Terima Bantuan, Tinggal di Gubuk Reyot hingga Mandi Air Sungai

BONTANG- Garis wajahnya layu, keriput di pipinya sudah tampak terang. Punggungnya tak setegap dulu, Minaryatun kini usianya menginjak 69 tahun. Di usia senja, Muniyartun bermukim di gubuk usang, di bantaran sungai di Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara.
Gubuk berukuran sekitar 6x5 meter ini menjadi satu-satunya tempat melepas penat setelah bekerja. Di pondok dengan dinding bolong-bolong, atap seng tanpa plafon ini Muniryatun tinggal bersama cucunya yang masih berusia belia.
Minaryatun, sudah 2 dekade menghuni pondok usang ini. Sejak usianya masih 40-an dia membangun gubuknya, memanfaatkan bekas kayu sisa disulap menjadi hunian seadanya.
Gubuk sederhananya ini terletak di Jalan Reformasi 1, RT 39, Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara. Bangunannya ini berdiri di atas lahan milik pemerintah, ia hanya menumpang saja.
Sehari-hari, Munir melakoni profesi asisten rumah tangga dari pekerjaan itu ia terima upah untuk bertahan hidup bersama cucunya yang kini duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar.
Rumahnya jauh dari layak, tempat tidur dan dapur hanya dipisahkan sekat papan triplek. Seng rumahnya rendah, saat cuaca terik di dalam rumah layaknya sauna. Atapnya sudah banyak berlubang, disiasati dengan menutup dengan spanduk.
Gubuk Minaryatun ini dibangun persis dibantaran sungai. Bahkan dinding turap sungai itu juga menjadi tempat sandaran di gubuknya.
"Begini lah kondisi istana kami mas. Beralas tanah dan beratap seng serta baliho bekas," ucap Minaryatun seraya bercanda.
Didalam gubuk, itu, prabotan tua pun menjadi penghias. Ranjang atau tempat tidur Miryatin dan cucunya tak, lagi berdiri kokoh.
Belum lagi saat sungai meluap air selalu merembes dari dapur dan menggenangi rumah. Walhasil Minaryatun harus mengungsi ke gubu satunya lagi.
"Panas kepanaaan, hujan yah kedinginan. Serba susah lah apalagi saat ini cari uang sulit. Saya berharap ada bantuan kayu hanya itu," sambungnya.
15 Tahun Tanpa Listrik
Sempat tinggal 15 tahun tanpa listrik. Minaryatun harus kerja keras. Selama 4 tahun ke belakang dirinya abru menikmati adanya listrik. Menabung sedikit demi sedikit untuk mengumpulkan uang Rp3 juta.
Untuk mendapatkan air Minaryatun harus menimba dari sungai. Pada pukul 01.00 Wita dirinya menimba dan menampung air sungai itu ke drum.
"Alhamdulillah tidak gatal. Mau pasang PDAM tidak punya uang. Jadi pakai air sungai," sambungnya.
Kepada sang cucu Minaryatun tak bisa meninggalkan harta. Dia hanya bisa berusaha agar sang cucu bisa mendapatkan fasilitas pendidikan. Karena amalan yang tak pernah terputus ialah ilmu yang bermanfaat.
"Kasian kami ini. Cuman pingin dapat tempat tinggal yang layak saja. Kalau pindah ngontrak uangnya yang tidak ada," tuturnya.
Warga Miskin Tak Dapat Bantuan
Minaryatun mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan selama 3 tahun ke belakang. Pada 2020 lalu dirinya sempat dapat dari kantor pos. Namun hanya beberapa kali mendapat setelah itu tidak lagi ada.
Pernah meminta usulan itu ke pihak kelurahan. Tetapi saat ada pemberian bantuan tunai dirinya justru diminta pulang. Karena nama Minaryatun tidak terdaftar sebagai penerima manfaat.
"Itu ada saja plang miskin. Tapi bantuan tidak pernah. Saya juga tisk berharap. Tapi, kalau ada juga tidak menolak," ucapnya
Ikuti berita-berita terkini dari klikkaltim.com dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: