Alasan Retribusi dari PBG Rumah Tinggal Sulit Tembus Target; DPM-PTSP Pilih Maksimalkan di Perusahaan
Warga menyambangi kantor untuk mengurus perizinan di Kantor DPM-PTSP Bontang
BONTANG- Realisasi pendapatan dari sektor Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah tinggal di Kota Bontang masih rendah.
Minimnya permohonan dari masyarakat membuat kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perizinan tak bisa bertumpu kepada warga.
Penata Perizinan Ahli Muda, Bidang Infrastruktur, DPM-PTSP Kota Bontang, Idrus menyampaikan, rendahnya partisipasi masyarakat terjadi karena sejumlah kendala teknis maupun biaya.
Salah satu faktor, kata Idrus adalah diwajibkan melampirkan gambar bangunan. Sebelum memperolah rekomendasi teknis dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), lampiran gambar bangunan itu harus dibuat oleh arsitek tersertifikasi, yakni Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
“Biaya untuk jasa arsitek cukup tinggi, biasanya dihitung berdasarkan luas dan kompleksitas bangunan," ujarnya, Senin (24/11/2025).
Idrus mencontohkan, rumah sederhan bisa mencapai sekitar Rp 10 juta gambar bangunan IAI. Dia menganggap, warga merasa dana sebesar itu lebih baik digunakan untuk membeli material bangunan.
Selain mahalnya biaya, jumlah arsitek bersertifikat IAI di Bontang juga sangat terbatas, hanya ada tiga orang.
"Ketersediaan yang minim, proses layanan teknis berjalan lambat dan kurang terjangkau bagi masyarakat yang ingin mengurus PBG," terangnya.
Idrus mengatakan, pembangunan pabrik masih menjadi motor utama retribusi dari Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Sebab, apabila hanya berharap dari PBG yang diurus warga masih sulit.
Dia bilang, dengan adanya pengajuan PBG pabrik soda ash di kawasan KNE, Idrus meyakni target Rp 600 juta bisa tercapai. "Dari satu proyek itu saja, proyeksi PBG lebih dari Rp 1 miliar,” katanya.
Ikuti berita-berita terkini dari klikkaltim.com dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: